WNA KORBAN BOM TERORISME MASA LALU JALANI PROSES ASESMEN BNPT DAN LPSK
Bogor – Sebanyak 6 Warga Negara Asing (WNA) yang terdiri dari 4 WNA Jerman dan 2 WNA Belanda yang menjadi korban terorisme Bom Bali I tahun 2002, Bom JW Marriott II tahun 2009, dan Bom Thamrin tahun 2016, mengikuti kegiatan asesment yang dilakukan oleh Subdirektorat Pemulihan Korban Aksi Terorisme yang berada dibawah Direktorat Perlindungan, Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, bersama Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi (LPSK), dilakukan pada 25-26 Oktober 2021. Kegiatan Assesment of The Victims of Terrorims kepada WNA yang menjadi korban terorisme masa lalu di Indonesia dilakukan secara daring.
Kepala Subdirektorat Pemulihan Korban Aksi Terorisme BNPT, Drs. Suyoko Djunaedi, M.M., yang didampingi oleh Kasubdit Bina Dalam Lapas BNPT, Kolonel (Czi) Roedy Widodo menghadiri kegiatan ini guna membuka jalannya kegiatan ini.
Mengawali sambutannya, Drs. Suyoko Djunaedi, M.M., menyampaikan rasa simpati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban yang hadir dalam kegiatan ini. Suyoko Djunaedi berharap keluarga korban dan para penyintas untuk terus bangkit dari kedukaan di masa lalu dengan semangat menciptakan perdamaian dan menatap masa depan dengan penuh harapan. Berjalannya kegiatan ini menjadi bukti kehadiran negara dalam merangkul para korban tindak pidana terorisme.
”Semoga dengan diselenggarakannya kegiatan ini dapat menjadi salah satu bukti bahwa Negara yakni Pemerintah Indonesia ada untuk Korban Tindak Pidana Terorisme, tidak hanya Warga Negara Indonesia melainkan juga hadir untuk Warga Negara Asing yang menjadi Korban Tindak Pidana Terorisme di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kasubdit Pemulihan Korban BNPT menjelaskan proses assessment yang dijalani korban sebagai syarat penting bagi para korban untuk mendapatkan Surat Penetapan Korban yang diterbitkan oleh BNPT.
“Proses ini merupakan keabsahan bagi kami dalam mengasesmen para korban WNA, setelah hal tersebut terpenuhi, selanjutnya kami akan menerbitkan Surat Penetapan Korban Tindak Pidana Terosime kepada korban WNA yang telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan oleh BNPT,” tambahnya.
Adapun para penyintas menjalani proses wawancara yang dilakukan kurang lebih selama 60 menit, yang terbagi menjadi 2 sesi. Sesi 1 asesmen dilakukan oleh BNPT selama 30 menit, lalu dilanjutkan sesi 2 asesmen oleh LPSK selama 30 menit. Wawancara dan Asesmen dilakukan untuk mengidentifikasi para korban berdasarkan kronologi kejadian, luka-luka yang dialami baik luka fisik maupun psikologis, berkas atau data-data pendukung dari korban, serta jenis bantuan atau layanan yang diterima para korban WNA terima, baik dari Pemerintah Indonesia atau dari Pemerintah tempat WNA tinggal.
Dalam kegiatan asesmen tersebut, Subdirektorat Pemulihan korban juga didampingi oleh Perwakilan dari Direktorat Kerjasama Bilateral, Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT, Perwakilan Kementerian Luar Negeri, Perwakilan dari Kedutaan Besar negara WNA serta Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia.
Adapun kegiatan ini dilakukan sebagai wujud tugas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam Undang- Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, khususnya pada pasal 43L Ayat 3 sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan surat penetapan status korban tindak pidana terorisme masa lalu yang akan dijadikan dasar oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk dasar pelayanan bantuan medis, psikologis, psikososial dan pengajuan kompensasi oleh korban terorisme masa lalu.