Urgensi Peran Pemangku Kepentingan Tangani Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris, BNPT Berkolaborasi dengan UNODC dan didukung oleh Uni Eropa Implementasikan STRIVE Juvenile
Jakarta - Anak-anak kerap menjadi korban aksi terorisme. Mereka direkrut dan dieksploitasi oleh kelompok teroris dan ekstremis kekerasan untuk melakukan hal - hal seperti misi bunuh diri dan eksekusi, hingga menjadi kuli, juru masak, dan informan. Bahkan, anak perempuan pun rentan menghadapi kekerasan seksual dan gender.
Sebagai korban, anak-anak ini perlu diberikan perlindungan, dukungan, dan akses terhadap rehabilitasi dan reintegrasi sosial untuk mendukung pemulihan mereka. Dalam upaya menjalankan misi tersebut, pemerintah Indonesia dalam hal ini BNPT bersama UNODC dengan dukungan Uni Eropa pada tahun 2021 telah meluncurkan Program STRIVE Juvenile untuk memperkuat strategi pemerintah dalam upaya penanganan anak yang terasosiasi dengan kelompok teroris dan ekstremis kekerasan.
Sebagai implementasi program tersebut, BNPT berkolaborasi bersama UNODC dengan dukungan oleh Uni Eropa telah menyelenggarakan Pelatihan Pengembangan Kapasitas berupa Training of Trainers dan Lokakarya Pelatihan terkait penanganan rehabilitasi dan reintegrasi anak yang terampas kebebasannya dalam konteks terorisme pada tanggal 25 – 29 Juli 2022 di Bogor. Pelatihan ini dihadiri oleh perwakilan BNPT, Kemenkumham, KPPPA, Densus 88, KPAI, Kementerian Sosial dan organisasi sipil masyarakat yang aktif dalam isu rehabilitasi dan reintegrasi anak yang terasosiasi dengan kelompok teroris dan ekstremis kekerasan di Indonesia.
Kegiatan pengembangan kapasitas ini merupakan salah satu kegiatan yang telah disepakati oleh Pemerintah Indonesia dalam Pertemuan Koordinasi Kedua terkait Program STRIVE Juvenile pada Maret 2022 lalu. Seperti yang dijelaskan oleh Timothy Wilson, bahwa proyek STRIVE Juvenile bersifat berkelanjutan didasarkan pada prioritas dan kebutuhan pemerintah Indonesia dalam bidang penanggulangan terorisme. Penanganan anak yang terasosiasi dengan kelompok teroris ini harus peka terhadap kebutuhan anak dan kepentingan terbaik bagi anak.
"Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa selain rehabilitasi, salah satu tantangan terbesar dalam penanganan anak yang terasosiasi dengan kelompok ekstremisme dan terorisme adalah pelaksanaan reintegrasi. Oleh karena itu perencanaan dan pelaksanaan reintegrasi serta tindaklanjutnya menjadi salah satu aspek pembahasan dalam kegiatan ini," jelas Direktur Kerjasama Regional dan Multilateral BNPT, M. Zaim Alkhalish Nasution.
Marc Vierstraete-Verlinde selaku Counter Terrorism Expert for European Union Delegation to Indonesia and Brunei Darussalam and Mission to ASEAN turut menjelaskan jika dasar utama dalam melakukan rehabilitasi dan reintegrasi adalah pola pikir bahwa anak adalah korban.
"Pertama-tama kita harus berfikir bahwa anak-anak adalah sebagai korban dalam kondisi ini, mereka belum dapat benar-benar memilih apa yang terbaik bagi mereka. Oleh karena itu, kita harus memberikan kesempatan kedua bagi mereka untuk dapat kita hubungkan dengan orang-orang yang baik dengan norma dan nilai yang baik. Tujuannya tentu saja untuk melakukan rehabilitasi dan reintegrasi. Kita harus menggarisbawahi apapun yang kita lakukan adalah untuk kepentingan terbaik bagi anak," ujarnya.
Untuk kegiatan Training of Trainers, partisipan dibekali berbagai metode untuk mempersiapkan pelatihan bagi orang dewasa terkait dengan pelatihan anak-anak yang dirampas kebebasannya dalam penanggulangan terorisme, baik dari aspek teknis maupun logistik. Sementara dalam lokakarya pelatihan, selama 5 hari peserta berlatih untuk memformulasikan penilaian, perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi dan reintegrasi, serta memperkuat kerja sama antar lembaga.
Kegiatan ini nantinya diharapkan dapat membekali para pemangku kepentingan terkait (i) kemampuan komunikasi yang peka terhadap kebutuhan anak dan gender; (ii) memformulasikan penilaian dan manajemen kasus yang efektif; serta (iii) mempersiapkan perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi dan reintegrasi dengan melibatkan seluruh aktor terkait, termasuk keluarga dan masyarakat.
Sebagai informasi, pelatihan pengembangan kapasitas ini merupakan wujud dukungan UNODC dan Uni Eropa terhadap implementasi Rencana Aksi Nasional tentang Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme (RAN PE) 2020 – 2024 dalam fokus dan strategi untuk mendorong adanya pelatihan khusus di bidang pencegahan ekstremisme kekerasan, mengenai rehabilitasi dan reintegrasi individu, khususnya anak-anak yang terkait dengan kelompok teroris dan ekstremis berbasis kekerasan.