Live With Media Indonesia, Boy Rafli Amar Sharing Perkembangan Penanggulangan Terorisme Indonesia
Jakarta - Mengenang 18 tahun silam ketika Bom Bali I pertama kalinya mengguncang Indonesia, tepat pada Senin, 12 Oktober 2020, BNPT membahas perkembangan penanggulangan terorisme terkini. Hal ini digelar secara virtual melalui Instagram Live antara Kepala BNPT, Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar bersama dengan Media Indonesia.
Dalam kesempatan kali ini, Kepala BNPT menyampaikan momen Bom Bali I sebagai salah satu pencetus kewaspadaan aparat dan pemerintah terhadap bahaya dan ancaman destruktif yaitu terorisme. Sebagai aksi teror terparah dalam sejarah Indonesia, upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme terus dikembangkan supaya kejadian serupa tidak terulang lagi. Kini BNPT sebagai stakeholder penanggulangan terorisme telah diperkuat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2018.
“Upaya pencegahan terhadap tindakan terorisme merupakan kewajiban pemerintah dalam hal ini BNPT, untuk melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan Hak Asasi Manusia dan prinsip kehati-hatian sesuai Pasal 43A UU No. 5 Tahun 2018,” ujar Dr. Boy Rafli Amar.
Tindak Pidana Terorisme yang menghasilkan ratusan hingga ribuan korban juga menjadi aspek penanggulangan terorisme yang dilakukan BNPT. Dalam wawancara virtual ini, Kepala BNPT menekankan BNPT terus menjalankan program pelindungan terhadap korban tindak pidana terorisme sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 2018. Terorisme yang telah merenggut berbagai aspek kehidupan para korbannya baik langsung atau tidak langsung menerima pertanggungjawaban dari negara guna memulihkan dan menghadapi situasi kondisi yang menjadi hambatan para penyintas.
“Kami memiliki perhitungan berlandaskan peraturan, bekerja sama dengan LPSK, penyintas didorong aar tetap bersemangat dan dibekali dengan berbagai hal seperti soft skill kewirausahaan, agar terbentuk psikis yang mandiri dan madani, hal ini merujuk pada ketentuan peraturan yang ada,” ujar Kepala BNPT.
Dalam menjawab pertanyaan Jurnalis Media Indonesia Irvan Sihombing terkait tumbuh suburnya terorisme di tanah air, Kepala BNPT menjawab bahwa secara umum terdapat 2 gelombang yaitu 1999-2014 dengan Al-Jamaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, dan 2014-sekarang Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan State of Iraq and Syria atau ISIS. Pemerintah telah menanggapi perkembangan kelompok terorisme ini dengan menetapkan, membekukan kelompok-kelompok tersebut sebagai organisasi atau korporasi terlarang di Indonesia.
“Perkembangan dan larangan akan kelompok atau organisasi tersebut terus ditindaklanjuti pemerintah dengan mengembangkan regulasi seperti penetapan UU No. 5 Tahun 2018, menggambakan terorisme menjadi ancaman yang potensial, sehingga dalam Undang-Undang tersebut BNPT diamanatkan fungsi dan tugas, telah menyusun dan menetapkan kebijakan, strategi dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme,” pungkas Kepala BNPT.
Lebih lanjut Komjen Pol. Boy Rafli Amar menjelaskan kebijakan strategi dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme yang meliputi pencegahan seperti kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi, penegakkan hukum melalui sistem peradilan pidana, program pemulihan korban tipiter dan kerja sama internasional.
Di akhir sesi, Kepala BNPT menjawab pertanyaan salah satu penonton terkait sosialisasi BNPT si sekolah atau kampus tempat mengeyam pendidikan yang kerap menjadi sasaran dan wadah jaringan kelompok teror. Dikarenakan kondisi dan situasi disebabkan Pandemi Covid-19, hal ini sulit dilaksanakan secara langsung sehingga saat ini sosialisasi bahaya dan pencegahan radikal intoleran dan radikal terorisme masih berlangsung dan digelar secara virtual. Kepala BNPT antusias untuk segera menemui titik akhir dari Pandemi Covid-19 sehingga dapat bertatap muka langsung dan menjelaskan bahaya radikal intoleran dan radikal terori dengan para pelajar, mahasiswa dan civitas akademika.