Kepala BNPT Hadiri Rapat Koordinasi Perkembangan Isu Terkini
Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., didampingi Deputi Kerja Sama Internasional BNPT, Andhika Chrisnayudhanto, dan Direktur Penegakan Hukum BNPT, Brigjen Pol Eddy Hartono, menghadiri rapat koordinasi perkembangan situasi keamanan dan isu terkini, pada Senin (26/04), yang dilaksanakan di Ruang Rapat Utama Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta. Rapat ini dipimpin oleh Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, seluruh Kementerian/Lembaga dan perwakilan daerah yang hadir memaparkan penjelasan situasi keamanan terkini.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2019 dimana Kantor Staf Presiden (KSP) bertugas memberikan dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu-isu strategis. Salah satu isu yang dikawal KSP adalah perkembangan situasi keamanan pada beberapa wilayah di Indonesia.
Terkait dengan isu keamanan yang sedang dihadapi di beberapa provinsi di Indonesia, pada kesempatan tersebut, Kepala BNPT bersama-sama dengan seluruh peserta rapat mendiskusikan beberapa opsi kebijakan yang dapat diambil untuk mendapatkan langkah terbaik guna menciptakan stabilitas keamanan di Indonesia.
Beberapa tahun terakhir, intensitas kekerasan dan serangan yang terjadi di wilayah Papua sejak tahun 2020, dilakukan oleh kelompok separatis Papua yang saat ini disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Kelompok ini dinilai mengarah pada organisasi terorisme karena KKB merupakan suatu gerakan yang memiliki struktur dan ideologi yang jelas, yakni memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menggunakan metode kekerasan dan serangan terhadap masyarakat sipil maupun aparat negara dalam mencapai tujuannya.
Dengan catatan peristiwa tersebut, dalam rapat, Boy Rafli menjelaskan KKB/OPM dapat dikatakan sebagai kelompok teroganisir yang melakukan tindak pidana atau kejadian serius, sesuai dengan Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, diantaranya menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan, menimbulkan suasana teror dan ketakutan yang meluas, menimbulkan korban bersifat massal, menimbulkan kerusakan terhadap objek vital yang strategis, motif ideologi, politik, dan gangguan keamanan.