Dorong Lahirnya Kebijakan tentang Upaya Pencegahan Ekstremisme Kekerasan dalam Situasi Pandemi dengan Perspektif Gender, I-KHub BNPT dan UN Women Gelar Dialog Nasional
Jakarta - Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang cukup siginifikan, tidak hanya di sektor kesehatan tetapi juga berpengaruh terhadap dinamika gender dalam ekstremisme kekerasan. Bahkan, kelompok ekstremisme berbasis kekerasan di Asia Tenggara telah memperkuat kampanye mereka dengan memanfaatkan kebencian sosial terhadap perempuan. Fenomena ini tentu mengancam keutuhan bangsa dan membuat menguatnya ujaran kebencian, berita bohong, dan diskriminasi.
Guna menghadapi fenomena tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama UN Women telah merilis laporan “Analisis Gender tentang Ekstremisme Kekerasan dan Dampak COVID-19 terhadap
Perdamaian dan Keamanan di ASEAN: Temuan Utama dan Rekomendasi”, pada bulan April 2022.
Penelitian ini menemukan bahwa kelompok ekstremis memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk memperkuat organisasi mereka; menggunakan pesan daring untuk menyebarkan pandangan misoginis; dan menggunakan narasi maskulin untuk menarik anggota baru dan melegitimasi kekerasan.
Hasil dari penelitian ini merekomendasikan adanya kebijakan publik yang mempertimbangkan bagaimana ekstremis “mengonstruksi norma gender” dan bagaimana perempuan terpapar radikalisasi atau terdampak ekstremisme berbasis kekerasan secara berbeda dengan laki-laki.
Sebagai tindaklanjut hasil studi tersebut, Sekretariat Indonesia Knowledge Hub on Countering Terrorism and Violent Extremism (I-KHub on CT/VE) Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama dengan UN Women menggelar Dialog Nasional hasil penelitian mengenai Analisis Gender tentang Ekstremisme Berbasis Kekerasan dan Dampak COVID-19 Terhadap
Perdamaian dan Keamanan di Indonesia pada Kamis (28/7) di Jakarta.
Deputi Bidang Kerjasama Internasional sekaligus Ketua Pertemuan Pejabat Senior Negara-negara ASEAN tentang Kejahatan Lintas Batas Negara, Andhika Chrisnayudhanto menjelaskan tujuan pertemuan ini untuk menghasilkan kebijakan yang proaktif dan pentingnya pendekatan sensitif gender dalam merumuskan kebijakan.
"Pertemuan ini adalah momentum yang sangat baik untuk mendiskusikan temuan penelitian terkait ekstremisme berbasis kekerasan dan dampak Covid-19 terhadap perdamaian dan keamanan di Indonesia. Pertemuan ini juga bertujuan untuk mendorong lahirnya kebijakan yang proaktif dengan perspektif gender. Sebab, penyusunan kebijakan untuk mencegah dan mengatasi ekstremisme berbasis kekerasan tidak bisa menggunakan pendekatan ‘one-size-fits-all’, namun harus dengan pendekatan sensitif gender yang memenuhi kebutuhan masing-masing individu," jelasnya.
Diskusi berpusat pada temuan kunci dan rekomendasi yang relevan bagi Indonesia sesuai hasil studi yang dirilis, diskusi juga mendorong pembahasan peran berbeda perempuan dalam ekstremisme dan terorisme (tidak hanya sebagai penyintas namun juga pelaku dan pendukung), penyebab radikalisasi berdasarkan gender dan berbagai cara kelompok ekstremis mengonstruksi norma gender.
Dwi Yuliawati Faiz, Head of Programmes UN Women Indonesia mengatakan bahwa dalam membuat kebijakan penting untuk mempertimbangkan kebutuhan dan pengalaman berbeda dari perempuan dan laki-laki serta peran dan motivasi perempuan dalam proses radikalisasi.
“Untuk merancang program dan kebijakan yang efektif dan inklusif dalam mencegah ekstremisme berbasis kekerasan, kita tidak hanya membutuhkan pendekatan seluruh masyarakat, tapi juga mempertimbangkan kebutuhan dan pengalaman berbeda dari perempuan dan laki-laki, juga peran dan motivasi perempuan dalam proses radikalisasi," ujarnya.
Adapun narasumber dalam kegiatan itu yaitu Peneliti Monash University Ibu Irene Hiraswari Gayatri yang hadir secara daring. Hadir pula sebagai penanggap, Prof. Dr. Siti Ruhaini perwakilan Kantor Staf Presiden RI, Ruby Kholifah Working Steering Committee Group on Women and Preventing/Countering Violent Extremism (WGWC) dan perwakilan Direktorat Kerjasama Regional dan Multilateral.
Sedangkan peserta pada kegiatan ini yaitu perwakilan Kementerian dan Lembaga terkait. Kegiatan ditutup oleh Bapak Supriyadi selaku Plh Asdep Kedeputian Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).