Berakhir 22 Juni, BNPT Imbau Korban Masa Lalu Dapatkan Surat Penetapan Korban
Bogor – Selain memberi jaminan rasa aman kepada masyarakat dari ancaman terorisme, negara juga perlu hadir dalam memberikan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia kepada korban kejahatan, termasuk korban tindak pidana terorisme. Mewakili negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berkomitmen membantu para korban sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memberikan landasan bahwa negara hadir dan bertanggung jawab melindungi korban dalam bentuk bantuan medis, rehabilitasi psikososial, dan psikologis, dan santunan bagi yang meninggal dunia serta kompensasi yang berhak diterima korban terorisme pada masa lalu.
Berdasarkan aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, hingga saat ini korban terorisme yang terdata oleh BNPT sebanyak 805 orang. Dalam pelaksanaan program pemulihan korban tindak pidana terorisme masa lalu, yakni korban tindak pidana terorisme yang terjadi sejak peristiwa Bom Bali 1 pada tahun 2002 sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018.
Kasubdit Pemulihan Korban Aksi Terorisme, Kolonel (Czi) Roedy Widodo menjelaskan, belum banyak masyarakat yang menjadi korban tindak pidana terorisme masa lalu yang terdata. Untuk mendapatkan kompensasi dari negara, masyarakat yang menjadi korban tindak pidana terorisme di masa lalu, harus memiliki Surat Penetapan Korban.
Pada pasal 43L ayat (4) lebih lanjut mengamanatkan kepada BNPT bahwa proses penerbitan Surat Penetapan Korban yang diajukan oleh korban paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini mulai berlaku.
“Korban tindak pidana terorisme mendapat hak kompensasi ataupun hak-hak lainnya seperti medis, psikologis, dan psikososial. Dan untuk mendapatkan kompensasi tersebut, korban harus memiliki surat penetapan korban yang diterbitkan oleh BNPT. Dalam aturan peralihan yang tercantum dalam undang-undang, disampaikan bahwa permohonan hanya 3 tahun, dibatasi selama 3 tahun,” ujar Roedy Widodo.
Dengan demikian, batas waktu pengajuan permohonan proses penerbitan Surat Penetapan Korban Tindak Pidana Terorisme Masa Lalu kepada BNPT paling lambat tanggal 22 Juni 2021, Subdit Pemulihan Korban BNPT mengimbau agar masyarakat dapat memberikan data diri kepada BNPT agar segera dapat diidentifikasi dan asesmen.
“Kami mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia yang merasa dirinya sebagai korban tindak pidana terorisme, yakni korban langsung, nantinya BNPT akan mengeluarkan surat penetapan korban tindak pidana terorisme masa lalu setelah dilaksanakannya asesmen, yang akan dijadikan sebagai syarat formil oleh LPSK dalam mengajukan kompensasi sesuai ketentuan undang-undang,” tutup Kasubdit.